Kamis, 13 Desember 2012

Sebagai Kisah Nyata


Menjadi orang yang sukses adalah impian dari banyak orang. Sebagian orang berusaha untuk mengejar impiannya dan sebagian besar lainnya hanya diam dan berharap keajaiban datang padanya. Bagi saya sukses bisa karena kegigihan, usaha ataupun keberuntungan. Tetapi kesuksesan yang sesungguhnya adalah bertahan ketika timbul suatu permasalahan, terus mencoba ketika apa yang kita lakukan selalu gagal, dan memetik hasil yang telah kita usahakan.
Banyak orang yang berpegang bahwa sukses harus dibentengi dengan cita-cita dan impian. Tapi hal itu tidak berlaku bagi saya. Saya adalah insan yang dididik dalam sebuah keluarga yang keras, keluarga yang berantakan sejak balita. Kondisi perekonomian yang sulit membuat keluarga saya hancur, menjadikan alur permainan masa kecil yang berkelok-kelok, memudarkan kebahagian yang dahulu terpancar dari senyuman mungil seorang anak kecil, dan menjadikan saya bingung ketika banyak orang yang menanyakan apa cita-citamu. Tak ada satupun pertanyaan itu yang kujawab dengan hati, yang terucap hanya angan-angan yang mengada-ada.
Hanya sedikit yang terekam dalam memori masa kecilku akan indahnya masa kanak-kanak. Munculnya sesosok ibu tiri semakin menggerogoti singkatnya masa indah itu. Hidup semakin terbelenggu, terkekang, dan membuatku semakin “kerdil”. Sama seperti sinetron atau tayangan di televisi, watak yang keras, kejam, perhitungan ada dalam dirinya. Setiap pagi harus berjemur, agar sehat ujarnya, membeli sayur-sayuran ke pasar tradisional yang jaraknya berkilo-kilo meter, porsi makan dibatasi, bahkan meminta makanan yang berasal dari hasil kerja bapakpun harus bayar. Mendapatkan uang darimana untuk anak kecil seperti saya yang belum mampu mencari usaha.  Uang pemberian saudara saat berkunjung kerumah pun menjadi salah satu pendapatan dari tokoh antagonis itu. Dalam keluarga ini hanya saudara perempuan sekandunglah yang menjadi teman, selebihnya adalah musuh. Kami berdua memiliki sebuah impian, jika mempunyai uang hasil jerih payah sendiri nanti akan dibelikan makanan yang enak, baju yang bagus, sepatu yang bagus, dan barang-barang lainnya tanpa harus dibagi dengan orang lain. Impian ini hanyalah sebuah bentuk ingin lepasnya kita dari belenggu kehidupan dua orang anak kecil yang tidak manis saat itu. Masa-masa ini hanya ada pada masa di bangku Sekolah Dasar. Masa-masa dimana seorang anak sangat membutuhkan belaian kasih sayang dari kedua orangtuanya dan membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung perkembangan otaknya. Namun tak pernah terjadi dan tak akan pernah terjadi.
Bersyukurlah saya memiliki saudara seperti dia. Dia rajin, ulet, pintar, sehingga selalu peringkat 1 sejak Mts (setara dengan SMP) hingga MA (setara dengan SMA). Hal yang dilakukannya sebelum dan sesudah sekolah adalah menghafal, mengerjakan tugas, belajar, dan memasak untuk makan kita berdua sehari-hari. Beruntunglah dia sekolah tanpa perlu membayar biaya SPP pada tiap bulannya. Sekolah sangat menghargai siswa-siswa berprestasi seperti dia. Berbeda dengan saya yang harus merangkak dengan susah payah untuk menjadi juara 1 dikelas. Pekerjaan yang baik harus diawali dengan niat yang baik. Tak mau kalah dengan sang kaka, sayapun terpancing untuk mengikuti kebiasaan baiknya. Dari tahun ke tahun harus ada peningkatan dalam diri saya. Menghafal, belajar, dan beribadah
            Pada saat MTs kita berdua ditempatkan pada sekolah yang berbeda. Dua sekoah yang selalu bersaing untuk menunjukan eksistensinya dalam dunia pendidikan. Meskipun begitu kebiasaan buruk antara seorang adik dan kakak tak bisa terhenti karena ditempatkan pada sekolah yang berbeda. Dalam satu minggu pasti saja ada perkelahian antara kita, entah itu karena makanan, bersaing untuk melihat film kesayangannya, atau masalah sepele lainnya.
Setiap tahun saya selalu mendapatkan peringkat kelas. Namun peringkat 1 baru saya raih pada kelas IX. Rasa bahagia melekat setelah pembagian rapor MTs. Saya berharap ada orang yang memuji dan menasehati sesampainya dirumah. Hal yang sangat wajar bagi ABG seperti saya pada saat itu. Namun tak ada nasehat dan pujian atas apa yang saya raih. Mungkin inilah keluargaku yang sangat berbeda dengan keluarga lain. Keluarga yang hanya terdiri dari seorang Ayah yang sibuk mencari nafkah, dan seorang saudara perempuan yang sama-sama sedang mengenyam pendidikan. Bahagialah kalian yang memiliki keluarga yang utuh. Sujud syukurlah kalian memiliki keluarga yang penuh kasih sayang. Berbanggalah kalian memiliki keluarga yang peduli pada kalian.
Televisi sudah tidak ada, motor entah kemana, orang tuapun hanya seperti bayang semu. Kondisi perekonomian keluarga semakin sulit dengan meningkatnya harga barang-barang kebutuhan sehari membuat hidup kita berdua semakin sulit. Ini irit, itu irit, semua serba irit. Walaupun keluarga besar memiliki banyak penyewaan rumah kos-kosan, warung, kebun, dan sawah. Kami tak mau bergantung pada mereka, biar kami susah dengan kehidupan kami sekarang. Tak masalah makan berlaukan tempe setiap hari. Yang terpenting adalah kita bisa bertahan hidup dan belajar dengan sungguh-sungguh saat itu. Banyaknya waktu luang dirumah, saya manfaatkan untuk membaca-baca kitab kuning koleksi bapak yang ada dalam lemari koleksi. Saya pelajari sendiri bagaimana cara shalat yang baik, mengamalkan shalat dan puasa sunnah, adab membaca al-qur’an, menghafal doa-doa dan amalan-amalan lainnya tanpa ada yang menyuruh.
Mata pelajaran ekstrakulikuler yang saya sukai pada saat itu adalah ilmu falaq dengan acuan kitab Fahurrohmanurrohim yang pengarangnya berasal dari kampungku dan Alhamdulillah beliau masih hidup sampai saat ini. Latar belakangku memang berasal dari keluarga yang mengerti ilmu falaq mulai dari kakek, bapak, dan semua saudaranya. Kakekku dulunya memiliki pondok pesantren yang santrinya berasal dari penjuru Indonesia. Semakin lama, semakin besar, tak terpegang dan diberhentikan. Tak cukup belajar ilmu falaq di sekolah, sayapun berguru dengan paman 2 kali dalam 1 minggu. Tak jarang disekolah saya sering mengajari teman-teman saya untuk menghitung tanggal, awal bulan dan akhir bulan, waktu shalat, dan gerhana baik bulan maupun matahari. Hal yang unik dalam ilmu falaq adalah cara penjumlahan dan setiap angka itu mempunya symbol tersendiri Abjad Hawaz Hutoy dan seterusnya. Alif sama dengan 1, ba sema dengan 2, jim sama dengan tiga dan seterusnya. Namun sekarang sudah samar-samar sepertinya karena jarang bahkan tak pernah mempelajari lagi kitab itu.
Pelajaran ilmu falaq hanya ada pada masa-masa kelas XII aliyah. Sehingga dulu pernah terbesit dalam pikiran saya untuk melanjutkan study agar lebih memperdalam tentang ilmu tersebut. Disisi lain saya juga menyukai segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kimia. Pada dasarnya pelajaran apapun jikalau gurunya menjelaskan dengan baik dan jelas maka siswapun akan menyukainya. Mungkin ini adalah rekor di Madrasah Aliyah ini, saya mendapatkan nilai kimia hampir sempurna yaitu 99 di rapor kelas pada semester satu dan 98 disemester dua. Untuk MA  saya disekolahkan pada sekolah yang sama dengan saudara perempuan. Ketika dia kelas XII saya kelas XI. Haya terpaut satu tingkat. Kita berdua sama-sama mendulang prestasi dikelas masing-masing, hingga nama kita terkenal diseluruh penjuru sekolah baik siswa maupun staff pengajar. Dia masuk kedalam Paskibra, saya masuk tim Marchingband. Dia aktif di OSIS, saya juga tak mau kalah aktifnya. Dia memperoleh nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolah, begitupun juga saya mendapatkannya pada tahun setelahnya. Kita berdua saling bersaing untuk sama-sama berprestasi. Hanya saja dia lebih unggul kemampuan bahasa inggrisnya dibanding saya.
 Beruntung, mungkin angkatan saya adalah angkatan yang beruntung. Ditengah banyak yang mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional dan Ujian Madrasah. Saya dipanggil oleh kepala sekolah untuk mewakili sekolah dalam kegiatan Pembibitan Santri Berprestasi Kementrian Agama RI di MAN Model Cijerah Bandung selama hampir tiga bulan. Selama dibandung saya bertemu santri-santri nusantara Se-Indonesia. Disana saya digembleng dan diberi makan ilmu-ilmu pengetahuan alam setiap harinya. Yang dilakukan hanya belajar, belajar dan belajar. Dalam satu minggu selalu ada try out. Selama mengikuti try out saya tak pernah mendapatkan nilai yang memuaskan. Hanya berada pada urutan menengah ke atas. Pada saat try out harus memilih PTN yang disukai. Ketika itu saya memilih IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Walisongo karena terdapat jurusan ilmu falaq dan ITS (Institut Teknologi Sepuluh November) Surabaya karena terdapat jurusan yang berkaitan dengan Kimia. Ketika memilih dua PTN tersebut urutan nilai try out saya tak begitu bagus. Saya mencoba memilih Institut Pertanian Bogor dan urutan nilai try out saya meningkat menjadi posisi 6. Bahagianya saya saat itu, padahal tak ada hubungannya antara PTN yang dipilih dengan hasil try out. Mulai saat itu saya mulai mencari informasi tentang IPB. Sayapun melaksanakan shalat istikhoroh di masjid MAN Cijerah untuk meyakinkan apa yang saya pilih. Allah menjawabnya dalam mimpi. Setelah shalat saya tertidur dalam masjid dan bermimpi tentang pepohonan dan hutan. Sejak saat itu saya meyakinkan diri saya untuk memilih IPB sebagai universitas yang akan saya isi pada lembar seleksi penerimaan beasiswa santri berprestasi nanti.
Banyak ilmu baru yang didapat, banyak mempunyai teman baru dari seluruh nusantara, terbuka wawasan, dan terbuka niatan untuk melanjutkan study ke Perguruan Tinggi Negeri terkenal yang awalnya entah kemana. Kita saling berbagi pengalaman tentang pondok pesantren masing-masing. Kita saling menyayangi satu sama lain. Saling mengajari dan berbagi. Program ini baru ada pada angkatan saya dan tidak bisa dilanjutkan karena dinilai gagal. Yang lolos dalam seleksi penerimaan beasiswa santri berprestasi hanya 12 dari 60 orang yang mengikuti pembibitan umenjadi genjar untuk mendaftarkan siswanya untuk mengikuti berbagai beasiswa, bahkan ada yang sampai Syria. Angkatan yang beruntung. Rencana Allah memang indah. Meskipun begitu sang kakak pun mendapatkan beasiswa selama satu tahun di Universitas Tirtayasa Cilegon jurusan Teknik Industri Kimia. Subhanalloh, jerih payah kita berdua tidak sia-sia. Perih dan pahitnya proses yang kita alami berbuah manis. Sayapun lulus seleksi beasiswa Kementrian Agama S1 di Institut Pertanian Bogor. Semoga kisah sukses ini tidak berhenti sampai disini. Tidak berhenti hanya sampai masa perkuliahan usai. Tidak berhenti sampai ajal menjemput. Tetapi tetap menjadi inspirasi dan bermanfaat bagi orang banyak.

Tidak ada komentar: