Menjadi orang yang sukses adalah impian dari banyak
orang. Sebagian orang berusaha untuk mengejar impiannya dan sebagian besar
lainnya hanya diam dan berharap keajaiban datang padanya. Bagi saya sukses bisa
karena kegigihan, usaha ataupun keberuntungan. Tetapi kesuksesan yang
sesungguhnya adalah bertahan ketika timbul suatu permasalahan, terus mencoba
ketika apa yang kita lakukan selalu gagal, dan memetik hasil yang telah kita
usahakan.
Banyak orang yang berpegang bahwa sukses harus
dibentengi dengan cita-cita dan impian. Tapi hal itu tidak berlaku bagi saya.
Saya adalah insan yang dididik dalam sebuah keluarga yang keras, keluarga yang
berantakan sejak balita. Kondisi perekonomian yang sulit membuat keluarga saya
hancur, menjadikan alur permainan masa kecil yang berkelok-kelok, memudarkan
kebahagian yang dahulu terpancar dari senyuman mungil seorang anak kecil, dan
menjadikan saya bingung ketika banyak orang yang menanyakan apa cita-citamu.
Tak ada satupun pertanyaan itu yang kujawab dengan hati, yang terucap hanya
angan-angan yang mengada-ada.
Hanya sedikit yang terekam dalam memori masa kecilku
akan indahnya masa kanak-kanak. Munculnya sesosok ibu tiri semakin menggerogoti
singkatnya masa indah itu. Hidup semakin terbelenggu, terkekang, dan membuatku
semakin “kerdil”. Sama seperti sinetron atau tayangan di televisi, watak yang
keras, kejam, perhitungan ada dalam dirinya. Setiap pagi harus berjemur, agar
sehat ujarnya, membeli sayur-sayuran ke pasar tradisional yang jaraknya
berkilo-kilo meter, porsi makan dibatasi, bahkan meminta makanan yang berasal
dari hasil kerja bapakpun harus bayar. Mendapatkan uang darimana untuk anak
kecil seperti saya yang belum mampu mencari usaha. Uang pemberian saudara saat berkunjung kerumah pun menjadi salah satu
pendapatan dari tokoh antagonis itu. Dalam keluarga ini hanya saudara perempuan
sekandunglah yang menjadi teman, selebihnya adalah musuh. Kami berdua memiliki
sebuah impian, jika mempunyai uang hasil jerih payah sendiri nanti akan
dibelikan makanan yang enak, baju yang bagus, sepatu yang bagus, dan
barang-barang lainnya tanpa harus dibagi dengan orang lain. Impian ini hanyalah
sebuah bentuk ingin lepasnya kita dari belenggu kehidupan dua orang anak kecil
yang tidak manis saat itu. Masa-masa ini hanya ada pada masa di bangku Sekolah
Dasar. Masa-masa dimana seorang anak sangat membutuhkan belaian kasih sayang
dari kedua orangtuanya dan membutuhkan asupan gizi yang cukup untuk mendukung
perkembangan otaknya. Namun tak pernah terjadi dan tak akan pernah terjadi.
Bersyukurlah saya memiliki saudara seperti dia. Dia
rajin, ulet, pintar, sehingga selalu peringkat 1 sejak Mts (setara dengan SMP)
hingga MA (setara dengan SMA). Hal yang dilakukannya sebelum dan sesudah
sekolah adalah menghafal, mengerjakan tugas, belajar, dan memasak untuk makan
kita berdua sehari-hari. Beruntunglah dia sekolah tanpa perlu membayar biaya
SPP pada tiap bulannya. Sekolah sangat menghargai siswa-siswa berprestasi
seperti dia. Berbeda dengan saya yang harus merangkak dengan susah payah untuk
menjadi juara 1 dikelas. Pekerjaan yang baik harus diawali dengan niat yang
baik. Tak mau kalah dengan sang kaka, sayapun terpancing untuk mengikuti
kebiasaan baiknya. Dari tahun ke tahun harus ada peningkatan dalam diri saya.
Menghafal, belajar, dan beribadah
Pada saat MTs kita berdua ditempatkan
pada sekolah yang berbeda. Dua sekoah yang selalu bersaing untuk menunjukan
eksistensinya dalam dunia pendidikan. Meskipun begitu kebiasaan buruk antara
seorang adik dan kakak tak bisa terhenti karena ditempatkan pada sekolah yang
berbeda. Dalam satu minggu pasti saja ada perkelahian antara kita, entah itu
karena makanan, bersaing untuk melihat film kesayangannya, atau masalah sepele
lainnya.
Setiap tahun saya selalu mendapatkan peringkat kelas.
Namun peringkat 1 baru saya raih pada kelas IX. Rasa bahagia melekat setelah
pembagian rapor MTs. Saya berharap ada orang yang memuji dan menasehati
sesampainya dirumah. Hal yang sangat wajar bagi ABG seperti saya pada saat itu.
Namun tak ada nasehat dan pujian atas apa yang saya raih. Mungkin inilah
keluargaku yang sangat berbeda dengan keluarga lain. Keluarga yang hanya
terdiri dari seorang Ayah yang sibuk mencari nafkah, dan seorang saudara
perempuan yang sama-sama sedang mengenyam pendidikan. Bahagialah kalian yang
memiliki keluarga yang utuh. Sujud syukurlah kalian memiliki keluarga yang
penuh kasih sayang. Berbanggalah kalian memiliki keluarga yang peduli pada
kalian.
Televisi sudah tidak ada, motor entah kemana, orang
tuapun hanya seperti bayang semu. Kondisi perekonomian keluarga semakin sulit
dengan meningkatnya harga barang-barang kebutuhan sehari membuat hidup kita
berdua semakin sulit. Ini irit, itu irit, semua serba irit. Walaupun keluarga
besar memiliki banyak penyewaan rumah kos-kosan, warung, kebun, dan sawah. Kami
tak mau bergantung pada mereka, biar kami susah dengan kehidupan kami sekarang.
Tak masalah makan berlaukan tempe setiap hari. Yang terpenting adalah kita bisa
bertahan hidup dan belajar dengan sungguh-sungguh saat itu. Banyaknya waktu
luang dirumah, saya manfaatkan untuk membaca-baca kitab kuning koleksi bapak
yang ada dalam lemari koleksi. Saya pelajari sendiri bagaimana cara shalat yang
baik, mengamalkan shalat dan puasa sunnah, adab membaca al-qur’an, menghafal
doa-doa dan amalan-amalan lainnya tanpa ada yang menyuruh.
Mata pelajaran ekstrakulikuler yang saya sukai pada
saat itu adalah ilmu falaq dengan acuan kitab Fahurrohmanurrohim yang
pengarangnya berasal dari kampungku dan Alhamdulillah beliau masih hidup sampai
saat ini. Latar belakangku memang berasal dari keluarga yang mengerti ilmu
falaq mulai dari kakek, bapak, dan semua saudaranya. Kakekku dulunya memiliki
pondok pesantren yang santrinya berasal dari penjuru Indonesia. Semakin lama,
semakin besar, tak terpegang dan diberhentikan. Tak cukup belajar ilmu falaq di
sekolah, sayapun berguru dengan paman 2 kali dalam 1 minggu. Tak jarang
disekolah saya sering mengajari teman-teman saya untuk menghitung tanggal, awal
bulan dan akhir bulan, waktu shalat, dan gerhana baik bulan maupun matahari.
Hal yang unik dalam ilmu falaq adalah cara penjumlahan dan setiap angka itu
mempunya symbol tersendiri Abjad Hawaz Hutoy dan seterusnya. Alif sama dengan
1, ba sema dengan 2, jim sama dengan tiga dan seterusnya. Namun sekarang sudah
samar-samar sepertinya karena jarang bahkan tak pernah mempelajari lagi kitab
itu.
Pelajaran ilmu falaq hanya ada pada masa-masa kelas
XII aliyah. Sehingga dulu pernah terbesit dalam pikiran saya untuk melanjutkan
study agar lebih memperdalam tentang ilmu tersebut. Disisi lain saya juga
menyukai segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kimia. Pada dasarnya pelajaran
apapun jikalau gurunya menjelaskan dengan baik dan jelas maka siswapun akan
menyukainya. Mungkin ini adalah rekor di Madrasah Aliyah ini, saya mendapatkan
nilai kimia hampir sempurna yaitu 99 di rapor kelas pada semester satu dan 98
disemester dua. Untuk MA saya
disekolahkan pada sekolah yang sama dengan saudara perempuan. Ketika dia kelas
XII saya kelas XI. Haya terpaut satu tingkat. Kita berdua sama-sama mendulang
prestasi dikelas masing-masing, hingga nama kita terkenal diseluruh penjuru
sekolah baik siswa maupun staff pengajar. Dia masuk kedalam Paskibra, saya
masuk tim Marchingband. Dia aktif di OSIS, saya juga tak mau kalah aktifnya.
Dia memperoleh nilai Ujian Nasional tertinggi di sekolah, begitupun juga saya
mendapatkannya pada tahun setelahnya. Kita berdua saling bersaing untuk
sama-sama berprestasi. Hanya saja dia lebih unggul kemampuan bahasa inggrisnya
dibanding saya.
Beruntung,
mungkin angkatan saya adalah angkatan yang beruntung. Ditengah banyak yang
mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional dan Ujian Madrasah. Saya dipanggil oleh
kepala sekolah untuk mewakili sekolah dalam kegiatan Pembibitan Santri
Berprestasi Kementrian Agama RI di MAN Model Cijerah Bandung selama hampir tiga
bulan. Selama dibandung saya bertemu santri-santri nusantara Se-Indonesia.
Disana saya digembleng dan diberi makan ilmu-ilmu pengetahuan alam setiap
harinya. Yang dilakukan hanya belajar, belajar dan belajar. Dalam satu minggu
selalu ada try out. Selama mengikuti try out saya tak pernah mendapatkan nilai
yang memuaskan. Hanya berada pada urutan menengah ke atas. Pada saat try out
harus memilih PTN yang disukai. Ketika itu saya memilih IAIN (Institut Agama
Islam Negeri) Walisongo karena terdapat jurusan ilmu falaq dan ITS (Institut
Teknologi Sepuluh November) Surabaya karena terdapat jurusan yang berkaitan
dengan Kimia. Ketika memilih dua PTN tersebut urutan nilai try out saya tak
begitu bagus. Saya mencoba memilih Institut Pertanian Bogor dan urutan nilai
try out saya meningkat menjadi posisi 6. Bahagianya saya saat itu, padahal tak
ada hubungannya antara PTN yang dipilih dengan hasil try out. Mulai saat itu
saya mulai mencari informasi tentang IPB. Sayapun melaksanakan shalat
istikhoroh di masjid MAN Cijerah untuk meyakinkan apa yang saya pilih. Allah
menjawabnya dalam mimpi. Setelah shalat saya tertidur dalam masjid dan bermimpi
tentang pepohonan dan hutan. Sejak saat itu saya meyakinkan diri saya untuk
memilih IPB sebagai universitas yang akan saya isi pada lembar seleksi
penerimaan beasiswa santri berprestasi nanti.
Banyak ilmu baru yang didapat, banyak mempunyai teman
baru dari seluruh nusantara, terbuka wawasan, dan terbuka niatan untuk
melanjutkan study ke Perguruan Tinggi Negeri terkenal yang awalnya entah
kemana. Kita saling berbagi pengalaman tentang pondok pesantren masing-masing.
Kita saling menyayangi satu sama lain. Saling mengajari dan berbagi. Program
ini baru ada pada angkatan saya dan tidak bisa dilanjutkan karena dinilai
gagal. Yang lolos dalam seleksi penerimaan beasiswa santri berprestasi hanya 12
dari 60 orang yang mengikuti pembibitan umenjadi genjar untuk mendaftarkan
siswanya untuk mengikuti berbagai beasiswa, bahkan ada yang sampai Syria.
Angkatan yang beruntung. Rencana Allah memang indah. Meskipun begitu sang kakak
pun mendapatkan beasiswa selama satu tahun di Universitas Tirtayasa Cilegon
jurusan Teknik Industri Kimia. Subhanalloh, jerih payah kita berdua tidak
sia-sia. Perih dan pahitnya proses yang kita alami berbuah manis. Sayapun lulus
seleksi beasiswa Kementrian Agama S1 di Institut Pertanian Bogor. Semoga kisah
sukses ini tidak berhenti sampai disini. Tidak berhenti hanya sampai masa
perkuliahan usai. Tidak berhenti sampai ajal menjemput. Tetapi tetap menjadi
inspirasi dan bermanfaat bagi orang banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar